SEWA GUNA USAHA (LEASING)
1. Pengertian
Kata
leasing sebenarnya berasal dari kata to lease (bahasa inggris) yang berarti
menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan yang dapat dikatakan masih
baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan Indonesia, yaitu baru di pakai
pada tahun 1974.[1]
Sewa
guna usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara leasing dengan hak opsi (financial lease)
maupun leasing tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh leasee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala.[2]
Fungsi
leasing yaitu sebagai suatu sumber pembiayaan jangka menengah (dari satu tahun hingga lima tahun). Ditinjau dari segi
perekonomian nasional, leasing telah memperkenalkan suatu metode baru untuk
memperoleh capital equipment dan menambah modal kerja.
Pada
tahun 1974 telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan dan Koperasi Nomor: Kep-122/MK/IV/1/1974; No.32/M/SK/2/1974; dan
No.30/Kpb/I/1974, tertanggal 7 Febbuari 1974.
Menurut
Keputusan bersama di atas, Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan , untuk suatu jangka waktu tertentu.
Kegiatan
leasing dapat dilakukan secara finance lease maupun secara operating lease.
Finance Lease artinya kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha pada
akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Sedangkan Operating Lease
adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha tidak mempunyai hak
opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Dengan
demikian dalam usaha leasing tentunya terdapat beberapa pihak yang bersangkut
dalam perjanjian leasing yang terdiri dari:
1) Pihak
yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, yang terdiri dari
beberapa perusahaan. Selain itu, pihak Lessor adalah perusahaan Leasing yang memiliki hak kepemilikan atas barang
modal.
2) Pihak
yang disebut lesee, yaitu pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar
sewa dan yang mempunyai hak opsi. Lesse yang memerlukan barang modal
berhubungan langsung dengan Lessor, yang telah membiayai barang modal
dan berstatus sebagai pemilik barang modal tersebut.
3) Pihak
kreditur atau lender atau disebut juga debt holder atas loan participants dalam
transaksi leasing.
4) Pihak
supplier yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan. Harga barang modal
tersebut dibayar tunai oleh Lessor kepada supplier untuk kepentingan Lesse.
Pihak supplier dapat berstatus
perusahaan produsen barang modal atau pihak penjual biasa.
2. Manfaat
Leasing
Dengan
leasing, perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli, yang
dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Bagi perusahaan
yang modalnya lemah, dengan perjanjian leasing akan memberikan kesempatan pada
perusahaan tersebut untuk bernafas dan perusahaan tersebut juga dapat memiliki
barang modal yang bersangkutan.
Antara
lesee dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam
hal menetapkan besarnya dan banyaknya angsuran sesuai dengan kemampuan lease.
Dalam hal kredit, besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor.
Dalam
Hukum Perdata, ada tiga bentuk ikatan yang mirip satu sama lainnya, namun
berlainan dalam hukumnya , antara sewa guna usaha (leasing), sewa beli, dan
jual beli secara angsuran.
Perjanjian
sewa beli maupun jual beli dengan angsuran ketentuannnya belum diatur dalam
KUHP maka dengan Keputusan Menteri Pdagangan dan Koperasi No.34/KP/II/80 tanggal
1 Febbuari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase),
jual beli dengan angsuran (credit sale) dan sewa (renting).
3. Mekanisme
Leasing
Mekanisme nya terdiri
dari:
a) Lesse
bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjukkan supplier peralatan dimaksud.
b) Setelah
lesse mengisi formulis permohonan lesse, mengirimkan kepada lessor disertai
dokumen pelengkap.
c) Lesse
mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lesse dengan
syarat dan kondisi yang disetujui lesse.
d) Pada
saat yang sama, lesse dapat dapat menandatangani kontrak asuransi untuk
peralatan yang dileasi dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor.
e) Kontrak
pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan suplier peralatan
tersebut.
f) Suplier
dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi lesse.
g) Lesse
menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suplier.
h) Suplier
menyerahkan surat tanda terima , bukti kepemilikan dan pemindahan pemilikan kepada
lessor.
i)
Lessor membayar
harga peralatan yang dilease kepada suplier.
j)
Lesse membayar
sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontak lease.
4. Pertumbuhan
Usaha Leasing
Leasing
sudah berkembang di banyak negara dengan amat variasi. Bank-bank besar di luar
negeri maupun di dalam negeri dengan jeli telah pula melibatkan diri dalam
bisnis.
Suatu perusahaan
lessing yang murni memanfaatkan dana dari lembaga-lembaga keuangan (bank) yang
seterusnya membeli sebagian peralatan (asset) yang didaftarkan sebagai
pemiliknya, kemudian disewakan kepada penyewa. Dalam kontrak dapat sah jika perusahaan leassing
mengajukan asset yang dimilikinya kepada penyewa dan disetujui penggunaanya.
Jika kontrak berakhir dan peralatan telah habis masa berlakunya, penyewa
mempunyai hak pilih untuk membelinya atau dapat juga barang itu mereka
kembalikan lagi kepada perusahaan leasing.
[1] Richart
Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta:1996, Rineka Cipta
Sekian, dan Terima Kasih atas kunjungannya....
Semoga Bermanfaat.... :)
No comments:
Post a Comment