PERDAGANGAN DALAM ISLAM
Berdagang Sesuai Tuntunan Syariat Islam |
Agama Islam memang menghalalkan
usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang
yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara
khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim
berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di
dunia dan akhirat.
Secara etimologi perdagangan yang
intinya jual beli, berarti saling menukar. Al-Bai' arti nya menjual, mengganti
dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lainya) dan asy-Syira' artinya beli,
adalah dua kata yang dipergunakan dalam pengertian yang sama tapi sebenarnya
berbeda[1].
Sedangkan pengertian al-Bai' secara
terminologi, para ahli fikih menyampaikan definisi perdagangan yang
berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
1.
Madzhab Hanafiyah
Perdagangan adalah :
"Menukarkan harta dengan harta melalui tata cara tertentu, atau
mempertukarkan sesuatu yang disenangi dengan sesuatu yang lain melalui tatacara
tertentu yang dapat dipahami sebagai al-Bai', seperti melalui ijab dan Ta'athi
(saling menyerahkan)."
2.
Imam Nawawi
Menyampaikan definisi perdaganan
sebagai berikut : "Mempertukarkan harta dengan harta untuk tujuan
pemilikan"
3.
Ibn Qodamah
"Mempertukarkan harta dengan
harta untuk tujuan pemilikan dan menyerahkan milik"
4.
Menurut al-Qurthubi
at-Tijarah merupakan sebutan untuk kegiatan tukar
menukar barang didalamnya mencakup bentuk jual beli yang di bolehkan dan
memiliki tujuan.
Dalam QS
An-Nisa’ ayat 29:
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Agama Islam
memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli. Namun
tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam,
dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur
bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar
mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Etika Dalam Pandangan Islam
Kalau kita sepakati bahwa etika ialah suatu
kajian kritis rasional mengenai yang baik dan yang buruk, bagaimana
halnya dengan teori etika dalam
Islam. Sedangkan telah disebutkan di muka, kita
menemukan dua faham, yaitu faham
rasionalisme yang diwakili oleh
Mu’tazilah dan faham tradisionalisme yang diwakili oleh Asy’ariyah.
Munculnya perbedaan itu memang sulit diingkari baik
karena pengaruh Filsafat Yunani ke dalam dunia Islam maupun
karena narasi ayat-ayat al-Qur’an sendiri yang
mendorong lahirnya perbedaan penafsiran. Di dalam
al-Qur’an pesan etis selalu saja terselubungi
oleh isyarat-isyarat yang menuntut
penafsiran dan perenungan oleh manusia.
Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua cirri
utama. Pertama, etika Islam tidak menentang fithrah manusia.
Kedua, etika Islam amat rasionalistik.
Sekedar sebagai perbandingan baiklah akan saya kutipkan
pendapat Alex Inkeles mengenai sikap-sikap modern. Setelah melakukan kajian
terhadap berbagai teori dan definisi mengenai
modernisasi, Inkeles membuat rangkuman mengenai sikap-sikap modern sabagai
berikut, yaitu: kegandrungan menerima gagasan-gagasan baru dan mencoba
metode-metode baru; kesediaan buat
menyatakan pendapat; kepekaan pada waktu
dan lebih mementingkan waktu kini dan mendatang ketimbang waktu
yang telah lampau; rasa ketepatan waktu yang
lebih baik; keprihatinan yang lebih besar untuk merencanakan
organisasi dan efisiensi; kecenderungan memandang dunia sebagai
suatu yang bisa dihitung; menghargai kekuatan ilmu dan teknologi;
dan keyakinan pada keadilan yang bias diratakan.
Rasanya tidak perlu lagi dikemukakan di sini bahwa apa
yang dikemukakan Inkeles dan diklaim sebagai
sikap modern itu memang sejalan dengan etika al-Qur'an.
Dalam diskusi tentang hubungan antara etika dan moral,
problem yang seringkali muncul ialah bagaimana melihat
peristiwa moral yang bersifat partikular dan individual dalam perspektif
teori etika yang bersifat rasional dan universal. Islam
yang mempunyai klaim universal ketika dihayati
dan direalisasikan cenderung menjadi peristiwa
partikular dan individual. Pendeknya, tindakan moral adalah
tindakan konkrit yang bersifat pribadi dan subyektif. Tindakan moral
ini akan menjadi pelik ketika dalam waktu dan subyek yang sama
terjadi konflik nilai. Misalnya saja, nilai solidaritas
kadangkala berbenturan dengan nilai keadilan dan kejujuran.
Di sinilah letaknya kebebasan, kesadaran moral serta rasionalitas menjadi
amat penting. Yakni bagaimana mempertanggungjawabkan
suatu tindakan subyektif dalam kerangka nilai-nilai etika obyektif,
tindakan mikro dalam kerangka etika makro, tindakan lahiriah dalam
acuan sikap batin.
Demikian pemaparan sedikit mengenai Perdagangan dalam Islam serta bagaimana Etika seorang muslim dalam berdagang. Semoga bermanfaat dan dapat diamalkan !!
No comments:
Post a Comment